Karimun Pasok Kayu Dari Hutan Kepulauan Meranti

Karimun Pasok Kayu Dari Hutan Kepulauan Meranti

Hutan Meranti Putih

SELATPANJANG, RanahRiau.com - Keberadaan sisa hutan alam di Kabupaten Kepulauan Meranti tidak memberikan manfaat bagi sumber pendapatan asli daerah dan usaha tradisional masyarakat setempat. Sebagian besar kayu hutan dari daerah ini menjadi pasokan utama gudang-gudang kayu di daerah tetangga.

Atan, salah seorang pemerhati usaha galangan kapal dan perkayuan rakyat kepada wartawan di selatpanjang mengungkapkan, aktifitas yang merugikan daerah dan dunia usaha perkayuan rakyat di Kepulauan Meranti itu sudah berlangsung cukup lama.

"Ada yang terang-terangan menyuplai kayu ke Tanjung Balai Karimun dengan alasan memiliki izin lahan di Kepulauan Meranti, ada juga dengan jalan gelap (illegal logging, red) dengan memanfaatkan jasa masyarakat yang mencari hidup dari kegiatan pembalakan liar," ungkapnya, Senin (9/3).

Umumnya bahan baku kegiatan usaha perkayuan di Tanjung Balai Karimun, kata Atan, berasal dari daerah kepulauan di Provinsi Riau ini, seperti dari wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur, Desa Tebun, Desa Sungai Gayung dan juga ada dari Pulau Serapung.

"Walaupun Kabupaten Tanjung Balai Karimun (TBK) bukan daerah penghasil kayu, tapi usaha industri perkayuan masyarakat disana terus berjalan, bahkan tumbuh subur tanpa hambatan yang berarti," sebutnya.

Atan mengatakan, sebagian besar kayu yang mengisi gudang-dugang di TBK berasal dari Kepulauan Meranti. Untuk masuk ke gudang, ada tiga titik pelabuhan yang terkesan mendapat restu aparat, yakni pelabuhan pantai pak imam 2 titik dan di polong 1 titik.

"Tiga pelabuhan masuk kayu itu seperti sudah disepakati untuk tidak diganggu aparat disana, setiap kali kapal masuk minimal mengangkut 10 ton kayu," ujarnya.

Bahkan untuk kelancaran suplai bahan baku kayu mereka, kata Atan, para pengusaha kayu TBK mengancam akan menahan pengiriman suplai material batu dan pasir ke Meranti, jika kayu asal Kepulauan Meranti tidak masuk ke daerah itu.

Ironinya, lanjut Atan, Kepulauan Meranti tidak memanfaatkan itu. Bila Karimun mendapat pajak daerah dari pengiriman batu dan pasir ke Kabupaten Kepulauan Meranti, sebaliknya Kepulauan Meranti tidak dapat apa-apa dari pengiriman kayu ke Karimun.

"Kami masyarakat yang tidak tahu hukum ini tidak takut bayar pajak, tapi yang takutnya tukang bajak, tukang bajak tidak jelas aturannya. Pemerintah diamkan itu dan rakyat masuk penjara. Harusnya jelas mana hutan rakyat, hutan adat dan hutan lindung," ucapnya.

Menurut Atan, seharusnya kegiatan usaha rakyat di Kepulauan Meranti dan Karimun bisa sama-sama berkembang. Saat ini sebagian besar pengusaha galangan kapal dan perabot asal Kepulauan Meranti telah memindahkan lokasi usaha mereka ke Tanjung Balai Karimun dan Batam.

"Pemerintah harus mencari kebijakan dan buat aturan untuk bahan baku itu, untuk apa mereka keluarkan izin usaha jika susah mendapatkan suplai kayu untuk usaha lokal. Ini tanggungjawab Pemda dan DPRD dimana?, koyakkan saja surat izin itu," pungkasnya. (Mcr)

Editor : Abdul
Komentar Via Facebook :