Ketidakpastian Global Ancam Ekonomi Indonesia, Gubernur BI: Perlu Antisipasi

Ketidakpastian Global Ancam Ekonomi Indonesia, Gubernur BI: Perlu Antisipasi

Foto : Ist

JAKARTA, RANAHRIAU.COM- ​​​​​​Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan beberapa ancaman ketidakpastian global yang mengancam kondisi perekonomian Indonesia dalam Pertemuan Bank Indonesia 2024, dengan tema sinergi memperkuat stabilitas dan transformasi ekonomi nasional, disiarkan melalui YouTube Bank Indonesia, Jumat (29/11/2024) malam. 

Dalam kesempatan tersebut, Perry Warjiyo meminta semua pihak untuk tetap melakukan antisipasi dan waspada, sebagai upaya menjaga ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah dibangun Indonesia. 

Gubernur BI menerangkan, saat ini dunia terus bergejolak, terpilihnya kembali Donald Trump di Amerika Serikat dengan kebijakan America First akan membawa dampak besar pada lanskap geopolitik dan perekonomian dunia, tarif tinggi dan bahkan perang dagang. 

"Ketegangan geopolitik, gangguan rantai pasok dagang, fragmentasi ekonomi dan keuangan, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2025 dan 2026," ujarnya. 

Gubernur BI tersebut melanjutkan, setidaknya ada lima karakteristik ketidakpastian ekonomi global saat ini, yang pertama adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan menurun pada 2025 dan 2026. Sementara ekonomi Amerika Serikat membaik, Tiongkok dan Eropa akan melambat, India dan Indonesia masih cukup baik. 

"Yang kedua adalah ancaman inflasi. Setelah penurunan inflasi dalam beberapa tahun terakhir, tekanan inflasi diperkirakan muncul kembali pada 2026 akibat gangguan rantai pasok dan ketegangan perdagangan. Penurunan inflasi global akan melambat dan bahkan berisiko naik," ujarnya. 

Perry mengungkapkan, ancaman berikutnya yakni kenaikan suku bunga. Suku bunga Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat, dengan imbal hasil U.S. Treasury mencapai 4,7 persen pada 2025 dan 5 persen pada 2026. Hal ini didorong oleh defisit fiskal yang terus melebar.

Selanjutnya, penguatan nilai dolar Amerika dari 101 ke-107, mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia termasuk rupiah. 

Ancaman terakhir jelasnya adalah preferensi yang berkembang di investor global, akibatnya pelarian modal ke Amerika karena tingginya suku dolar. 

"(Ancamanan ekonomi) perlu kita antisipasi, kita waspadai, dengan respon kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah kita bangun," tutupnya.

Editor : RRMedia
Sumber : Media Center
Komentar Via Facebook :