Menjemput Bola agar tidak Liar

Menjemput Bola agar tidak Liar

Foto: ist, Setneg

“MENJEMPUT BOLA AGAR TIDAK LIAR”

Wulan Junaini

(SURAT TERBUKA UNTUK UMUM)

RANAHRIAU.COM- Integritas Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UIR (Satgas PPKS UIR) patut dipertanyakan. Pasca laporan saya pada tanggal 26 Agustus 2024 ke Rektorat dan YLPI sampai dengan saat ini saya merasa Satgas PPKS tidak melaksanakan amanah Permendikbudriset No. 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Tidak adanya Transparasi dalam penanganan kekerasan seksual yang telah saya laporkan hal itu sangat saya rasakan, mulai dari pertemuan tidak terduga pertama saya oleh pihak Satgas PPKS UIR yang saya sendiri tidak diberitahui sebelumnya bahwa saya akan bertemu dengan Satgas tersebut di UPTD PPA Provinsi (4 hari pasca laporan). Dimulai pada pertemuan itu saya ditanyai oleh Satgas PPKS UIR dan diikuti juga oleh perwakilan PPA Provinsi didalamnya, lalu kemudian saya diminta tanda tangan berita acara pemeriksaan oleh Satgas PPKS dan PPA Provinsi Riau.

Pada dasarnya saya sama sekali tidak mengetahui bahwa pada hari itu ada agenda Pemeriksaan dan seolah-olah saya sudah melapor ke UPTD PPA Provinsi Riau sejak saat saya menandatangani lembar yang diminta UPT PPA Provinsi Riau terhadap saya.

Meredam persoalan hak atas saya adalah salah satu cara Satgas PPKS untuk saya tetap “silent" dingin dari pemberitaan laporan dan hal-hal yang seharusnya harus saya ungkapkan, mengingat adanya ketimpangan pemberitaan media terhadap identitas dan harga diri saya dengan alasan takut akan berbalik pelaporan terlapor kepada saya.

Bergulirnya atas laporan saya, membuat Satgas memanggil saksi yang ada dalam laporan saya. Pemanggilan saksi yang seharusnya dapat membuat terang suatu perkara malah saksi menceritakan bahwa ia dihujani dengan pertanyaan yang menyudutkan saya (korban), “Apakah korban anak malam? Apakah korban sering gonta-ganti pacar? Apakah korban diluar berpakaian seksi? Apakah korban keluar memakai Jilbab?” pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya mengerucut kepada suatu perkara kasus Peristiwa Kekerasan Seksual malah dikaburkan dengan pertanyaan pertanyaan seperti itu.

Jelas, dalam melaksanakan pemeriksaan Pasal 41 Permendikbudristet memiliki kode etik proses pemeriksaan dilakukan tanpa adanya unsur menggiring menyalahkan Korban, dan fokus pada peristiwa kekerasan seksual dan kebutuhan Korban. Hal ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

“Sayangnya, semua kondisi tersebut justru melahirkan sikap atau prespektif yang bersifat menghakimi Korban. Hal ini terjadi karena tergantung pada prespektif siapa yang lebih berkuasa dan kredibel untuk didengar, sehingga dapat terjadi pihak yang berkuasa itu memiliki cara pandang yang permisif terhadap pelaku.” (Naskah Akademik Pendukung Urgensi Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, 2020)

Adapun Permendikbudriset No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan tinggi pada Pasal 3 dalam Prinsip Pelaksanaan memiliki nilai yang mesti diterapkan yang mengutamakan atas kepentingan terbaik bagi Korban.

Sikap Independen Satgas PPKS UIR yang sudah diatur dalam Permendikbudriset TPPKS juga mesti dipertanyakan, dalam permendikbudriset menegaskan bahwa Satgas tidak terpengaruh oleh konflik kepentingan, penilaian subjektif, semuanya harus didasari atas dasar kepentingan terbaik bagi Korban.

Selanjutnya pada hari jumat tanggal 06 September 2024 adanya pertemuan antara Pihak saya dengan Pihak Satgas PPKS UIR di Gedung Rektorat lantai 2. Dalam pertemuan itu Pihak saya menanyakan tentang Bagaimana Proses dan Hasil dari Satgas PPKS UIR serta Perlindungan terhadap korban dan saksi namun lagi dan lagi Satgas PPKS UIR tidak memberikan apa hasil dari pemeriksaan tersebut.

Berdasarkan UU NO 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 68 Huruf a dan b tentang hak korban. Pada huruf a berbunyi “Bahwa korban berhak atas informasi terhadap seluruh proses dan hasil penanganan, perlindungan dan Pemulihan; pada huruf b bahwa korban berhak mendapatkan dokumen hasil penanganan, lalu dikuatkan oleh Permendikbudriset No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dalam pasal 53 huruf c yang berbunyi bahwa korban berhak meminta informasi penanganan laporan kekerasan seksual dari Satuan Tugas.

Sampai saat ini saya tidak mendapatkan hasil penanganan laporan saya dari satgas PPKS UIR. Dalam pertemuan hari itu pihak saya menanyakan tentang Hak Perlindungan terhadap Korban dan Saksi, menanyakan Eksistensi satgas PPKS terhadap terlapor oknum Dekan dengan leluasa dapat mengintimidasi Korban, baik secara langsung maupun dengan bantuan Pihak Pihak Terlapor, bahkan dalam pesan chat terlapor dengan salah satu alumni UIR (IDEP).

Terlapor berdialog membuat rencana jahat kepada saya untuk mencari “BB” (Barang Bukti) untuk dapat mengkriminalisasi saya, IRONI sekali yang dialami oleh korban.

Untuk diketahui bahwa jawaban oleh Satgas PPKS bahwa Terlapor Oknum Dekan masih berstatus “terduga” dan tidak dapat dibatasi dan itu menjadi haknya, hal tersebut tidak sesuai dengan aturan dalam UU No 12 Tahun 2022 Tentang TPKS dan Permendikbudriset No. 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi terhadap saksi yang seharusnya dilindungi saya melihat sangat tidak ada nya perlindungan sebagaimana dalam amanat UU No 12 Tahun 2022 Tentang TPKS dan Permendikbudriset No. 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi sangat jelas bahwa terhadap Korban dan Saksi dilindungi. Dan yang sangat mengerikan bahwa saksi yang ada dalam kronologis cerita Kekerasan Seksual yang saya laporkan justru didamping oleh Kuasa Hukum Pihak Terlapor dalam prosses pemeriksaan dikepolisian. Tentu jelas akan ada pengaruh serta upaya terhadap pemeriksaan tersebut, lalu Satgas PPKS UIR masih sanggup mengatakan bahwa Oknum Pelaku Dekan masih berstatus terduga?

Bahwa yang menjadi seharusnya Satgas PPKS UIR yang bernaung dibawah payung Permendikbudriset No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menurut saya tidak dipedomani dengan baik. Dengan tegas saya mengatakan saya tidak melihat Integritas Satgas PPKS UIR. Entah kepentingan apa sehingga “TEGA” berbuat seperti itu kepada Korban. “Jemput Bola Agar Tidak Liar” seperti menjadi tujuan terbaik oleh Satgas PPKS UIR agar perkara ini untuk “silent”.

Teruntuk Instansi terkait saya meminta dan memohon untuk dapat membuka mata hati dan mengawal Proses Hukum sebagaimana yang telah diamanatkan Undang Undang Negara Republik Indonesia. Kepada Mahasiswa yang masih menimba ilmu di Perguruan tinggi, ingat ada orang tua kita yang sudah bersusah payah agar dapat menyekolahkan kita, memberikan kita pendidikan yang baik dan layak jangan sampai takut untuk bersuara ketika ada peristiwa ditempat kita mencari ilmu tidak lagi aman dari bentuk kejahatan Kekerasan Seksual seperti yang telah saya alami.

Teruntuk Masyarakat yang tetap mengawal kasus ini saya sangat berterimakasih, tanpa kalian saya mungkin tidak sekuat ini. Kepada Orang tua saya; Jika diuji kesenangan bersyukur dan jika diuji kesusahan bersabar. Kepada Allah SWT saya mohon ampunan, semoga Allah SWT meridhoi langkah saya,

Amiin Yaa Rabbal Aalamiin...

Editor : RRMedia
Komentar Via Facebook :