Ini Strategi Pemerintah Jaga daya beli Kelas Menengah

Ini Strategi Pemerintah Jaga daya beli Kelas Menengah

Foto: ist

JAKARTA, RANAHRIAU.COM- Dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang terus berubah, pemerintah Indonesia menempatkan masyarakat kelas menengah sebagai prioritas utama dalam upaya menjaga daya beli. Sebab, menjaga daya beli masyarakat kelas menengah merupakan langkah strategis yang tidak hanya akan berdampak pada perekonomian domestik, tetapi juga pada perekonomian global.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan menegaskan, kelas menengah merupakan engine pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun global.

"Kita akan memperhatikan kelas menengah ini dengan serius. Kelas menengah khususnya di Asia akan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi global," ujarnya dalam Forum Diskusi Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Satu Dekade Membangun Indonesia Maju’, Senin (09/09/2024).

Strategi pemerintah dalam menjaga daya beli kelas menengah didasarkan pada pemahaman yang mendalam terkait dua hal, yakni profil konsumsi dan karakteristik pekerjaan. Konsumsi kelas menengah mencakup kebutuhan penting seperti pendidikan, perumahan, bahan makanan, transportasi, hingga hiburan.

Oleh karena itu, kebijakan yang dirancang tidak hanya bertujuan untuk mendukung kebutuhan dasar tetapi juga kebutuhan sekunder yang menjadi bagian dari gaya hidup kelas menengah.

Sedangkan dari karakteristik pekerjaan, Ferry menjelaskan, kelas menengah di Indonesia sebagian besar bekerja di sektor formal dan wirausaha. Karenanya, pemerintah telah meningkatkan berbagai insentif bagi perusahaan yang awalnya 50 persen kini menjadi 100 persen.

Sementara bagi wirausaha, pemerintah memperkuat program pendampingan UMKM dan memperluas akses pembiayaan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah mencapai Rp280 triliun.

"Kelas menengah butuh pelampung, kalau KUR adalah kail, perumahan adalah ikannya, dan pelampung itu adalah jaminan kehilangan pekerjaan," jelas Ferry.

Selain itu, program kompensasi finansial dan dukungan pelatihan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan juga menjadi fokus utama pemerintah. Dengan subsidi pada beberapa kebutuhan kelas menengah, pemerintah berharap dapat menjaga daya beli mereka dan menjadikan kelas menengah sebagai pilar utama dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

Kendati demikian, pemerintah juga tidak melupakan masyarakat kelas bawah dengan berbagai program bantuan sosial yang terus diperkuat untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat tetap memiliki daya beli yang cukup.

Tantangan Eksternal Terus Bergulir
Selain menjaga daya beli kelas menengah, pemerintah juga gencar melakukan berbagai strategi dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional, terutama untuk menghadapi tantangan eksternal yang silih berganti.

Ferry mengingatkan salah satu tantangan eksternal yang pernah dialami, yakni isu perlambatan ekonomi Tiongkok pada 2016. Padahal Negeri Tirai Bambu itu merupakan tujuan utama ekspor Indonesia dengan porsi sekitar 20 persen.

"Apa yang terjadi di Tiongkok, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi ekonomi kita, termasuk dalam hal investasi," jelasnya.

Kemudian, pada periode 2017-2019, ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin meningkat, yang juga memberikan tekanan pada perekonomian global. Puncaknya, pada 2020, pandemi COVID-19 melanda dunia, menyebabkan pembatasan aktivitas yang berdampak besar pada perekonomian.

Belum selesai dengan pandemi, dunia kembali dihadapkan pada konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan kebijakan moneter ketat di negara-negara maju.

Meskipun demikian, Ferry mencatat bahwa ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh sekitar 5 persen. "Memang pada 2020-2021 kita sempat mengalami kontraksi ekonomi, tetapi dari kontraksi -0,7 persen kita bisa tumbuh kembali 3,7 persen, dan pada 2022 kembali ke 5,3 persen," ungkapnya.

Menurut Ferry, pemulihan ekonomi secara cepat ini berkat strategi integrasi kebijakan yang kuat dan efektif yang dilakukan pemerintah, seperti menjaga pasokan kebutuhan pokok, distribusi pangan, hingga peningkatan kerja sama antar daerah.

Strategi-strategi ini memungkinkan Indonesia mencapai keseimbangan antara produsen dan konsumen dalam target inflasi yang kini menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah beragamnya tantangan global.

"Inflasi kita harapkan berada di kisaran 2,5 persen dengan toleransi plus minus 1 persen," ujarnya.

Editor : RRMedia
Sumber : FMB9
Komentar Via Facebook :