LAM Riau terima Pengaduan Masyarakat terkait adanya Pungli beberapa Sekolah di Kota Pekanbaru

LAM Riau terima Pengaduan Masyarakat terkait adanya Pungli beberapa Sekolah di Kota Pekanbaru

Foto: Ist

PEKANBARU, RANAHRIAU.COM- Kendati Tahun ajaran 2023/2024 yang akan segera berganti pada tahun ajaran baru 2024/2025 pada bulan juni mendatang, namun masih saja ditemukan pengaduan masyarakat terkait dugaan adanya praktek Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah/Madrasah Negeri di Kota Pekanbaru.

Walaupun ada Pelarangan untuk menjual Seragam sekolah, bahan seragam sekolah, buku lembaran kerja siswa (LKS), buku dari luar sekolah dengan status nama atau sebutan apapun sebagai penunjang dengan ancaman sanksi Administrasi hingga pidana,  Namun praktek ini tetap saja terjadi.

Setelah diperhatikan secara seksama perihal urusan pembelian seragam, LKS, buku penunjang dll diatur sedemikian rupa sehingga menjadi poksi kerja pihak/ kepala koperasi sekolah. Dalam filemnya bahwa sekolah hanya menyediakan namun tidak memaksakan kepada para orang tua siswa atau siswa untuk membelinya atau tidak. Namun, Pada temuan dan kenyataannya, pihak guru dan kepala sekolah justru turut andil dalam memberikan penekanan halus dikelas masing-masing guna memasarkan, memungut uang sehingga melakukan penagihan uang seragam, uang buku dan uang lainnya. Para orang tua bukan tidak tau permainan kotor disekolah namun mereka tidak bisa berbuat banyak. Tidak berani melaporkan, tak kuasa mengadu entah kemana. "Hari ini kita nyatakan lawan". Lembaga Adat Melayu Riau – Kota Pekanbaru menerima pengaduan serupa dan berusaha untuk mengusutnya sehingga para oknum kepala sekolah dan guru yang pungli sedikit demi sedikit akan teratasi baik secara teguran administrative maupun pada tindak pidana hukum.

Ketua Penyelaras Pendidikan Pengembangan Riset dan Teknologi Lembaga Adat Melayu Riau – Kota Pekanbaru, Datuk Mustakim JM, S.Pd, M.Pd menjelaskan bahwa praktek jual seragam, buku LKS/ buku lain di sekolah jelas melanggar : Peraturan Pemerintah (PP) No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. intinya pendidik, Tenaga Kependidikan, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah atau madrasah dilarang  menjual seragam ataupun bahan seragam. Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk semua sekolah baik Sekolah Umum SD/ SMP Negeri atau Madrasah MI / MTs Negeri.

Larangan penjualan seragam juga, sudah jelas diatur secara baku dalam Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. “Disampaikan secara tegas kepada para pendidik dan tenaga kependidikan bahwa menjual (jual beli) seragam ataupun bahan seragam, jual beli buku lembar kerja siswa atau buku penunjang itu adalah pungutan liar (pungli)”. Artinya jika peraturan pemerintah ini dilanggar oleh sekolah akan ada Hukuman Pidana untuk segenap oknum diperangkat pendidikan sekolah negeri termasuk juga dewan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah.

Pada Pasal 12 ayat (1) Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menyebutkan, pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua murid, artinya pengadaan pakaian seragam bukan tanggung jawab sekolah atau madrasah. Maksimal, jelas Datuk Kim, peran sekolah dapat membantu pengadaan sebagaimana yang disebutkan Pasal 12 ayat (2) Permendikbud 50 Tahun 2022 yang menyebutkan: pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat bagi peserta didik dengan memprioritaskan peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi.

Memasuki musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024 – 2025 mendatang, Lembaga Adat Melayu Riau mengingatkan agar sekolah tidak menjual baju seragam maupun, tidak menjual bahan baju seragam, tidak jual beli kursi bangku sekolah, tidak jual beli buku apapun jenisnya pada pelaksanaan PPDB. Saat pengawasan PPDB tahun sebelumnya, Lembaga Adat Melayu Riau mengaku masih menemukan sejumlah pengaduan dengan dilengkapi semua bukti-bukti terkait sekolah dan madrasah yang menjual seragam, dan mewajibkan orang tua siswa membeli seragam tersebut.

“Bahkan pembelian seragam di sekolah dijadikan persyaratan daftar ulang. Pahami satu hal, artinya di sini bukan menjual apalagi mewajibkan membeli di sekolah; dan menjadikan pembelian seragam di sekolah sebagai persyaratan daftar ulang. "Justru sebaliknya, pihak Sekolah harus membantu Pengadaan bagi Peserta didik yang tidak Mampu", tegas Dato' Kim pada Jumat,(22/03/2024).

Datuk Kim mengatakan, bahwa Pasal 13 Permendikbud 50 Tahun 2022 menyebutkan: Dalam pengadaan pakaian seragam sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan atau penerimaan peserta didik baru.

Beredar Buku Penerbit Bukan Buku Pokok dari Kementrian

Kepada pihak penerbit harus memahami ini sebagai suatu prosedur larangan yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. jadi jangan sesuka isi perut sendiri memperdagangkan produk anda sebelum mendapat restu kementrian. Sebut saja satu diantara yang sangat sering ditemukan, Penerbit Erlangga; Silahkan penerbit bekerjasama dengan kementrian atau koperasi sekolah mungkin saja ada jalan keluar. Tapi perlu diingat agar ini bukan sebentuk ikatan. Biarkan siswa melihat buku-buku anda jika mereka tertarik akan beli. Berikan harga rendah karena anda tau ini adalah sekolah negri. Buku anda hampir Rp100 ribuan yang termurah. Kepada tuan dan puan para guru pendidik khususnya para tuan dan puan kepala sekolah yang mengajar di sekolah negeri di Kota Pekanbaru. Bantulah dan banyak-banyak beramal dan tolonglah sudahi yang semacam ini.

“Anak-anak kita memilih sekolah negeri dikarenakan sangat memerlukan bantuan pendidikan. Berharap banyak kemudahan dan peluang demi meraih cita-cita mereka. Pemerintah pusat sudah berikan buku panduan jadi mohon digunakan sebaik mungkin, diposisikan semaksimal mungkin. Kami sangat percaya bahwa buku panduan dari kementrian pendidikan, kebudayaan riset dan teknologi juga sudah memadai. Penegasan itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Dr. H. Abdul Jamal, M.Pd merespons unggahan viral warganet di media sosial, yang harus menebus Rp 600 ribu-Rp 700 ribu untuk paket buku pelajaran anaknya.

“Buku wajib tidak boleh diperjualbelikan di sekolah. Karena sudah disiapkan pemerintah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan pasal 181 Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar (LKS), pakaian seragam pada satuan pendidikan” jelas pak Kadisdik Dr. H. Abdul Jamal, M.Pd.

Larangan sekolah memperjualbelikan buku pelajaran di luar buku wajib kepada murid dan siswa bukan hal baru. Jika misalkan ada orang tua murid yang tidak sanggup membeli, tidak boleh dipaksa. Karena pada dasarnya buku ini merupakan pendampingan, tidak boleh ada paksaan. Kadisdik menegaskan, sekolah harus memberikan kebebasan bagi murid dan siswanya, apabila menginginkan membeli buku pelajaran pendamping di luar sekolah.

“Jika memang murid mau beli buku di luar itu sah-sah saja. Tidak boleh ada paksaan dari sekolahnya. Karena referensi itu bisa dari mana saja kan? Untuk anak yang tidak mampu menebus buku di luar sekolah, lapor saja ke Komite Sekolah atau Disdikbud. Ini khusus orang tua tidak mampu, jangan berbohong,” sebut Pak Kadis.

Beliau mengimbau masyarakat jika mendapati kendala di sekolah untuk melapor ke Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, agar segera ditindaklanjuti. Disdikbud Kota Pekanbaru juga telah mewanti-wanti agar guru dan kepala sekolah tidak memaksa orang tua siswa untuk membeli buku pelajaran di sekolah. “Laporkan ke kami, sekolah mana saja beserta alamatnya di mana. Kami akan beri tindakan tegas, juga sanksi berupa teguran kepada sekolah itu,” demikian sambut pak Jamal.

Beberapa dugaan Sekolah Negeri melakukan pungli

Kepala Sekolah SDN 44 Kota Pekanbaru

Berawal dari Informasi dan Pengaduan dari seorang wali murid yang anaknya tidak menerima rapor hasil belajar dikarenakan belum lunas biaya uang seragam dan uang bangku. Diketahu anak murid tersebut bersekolah di  SDN 44 JL. BUDI LUHUR TENAYAN KULIM KOTA PEKANBARU. Setelah dikonfirmasi siswi tersebut meratap pilu dikarenakan tidak menerima bukti nilai hasil ujian berupa rapor semester pertama. "Belum lunas pak baru bayar angsur 700 ribu semuanya 1.650.000 rupiah jadi nggak dikasih rapor, Kata Bu Guru kalo nggak bayar lunas anak kami tidak naik kelas om" jawaban lugu si N ibunda siswa.

Siswi tersebut bukan satu satunya Murid yang tidak menerima rapor tapi banyak siswa bernasib sama dengan perkara serupa. Dalam pengakuan Kepala Sekolah SDN 44 Hardati, S.Pd. menerima murid baru sesuai poksi yaitu 28 orang per rombel namun pada pengakuan orang tua wali dan murid sendiri justru melebihi 30-40 orang siswa baru per kelas sehingga jika di akumulasi sekira 120 siswa baru pertahun dengan pungutan uang seragam, uang bangku dll sebesar Rp1.650.000 x 120 = Rp198.000.000. "Bener pak, anak anak kami juga belum dikasih rapor karena iuran uang bangku dan uang seragam belum lunas, kami bisanya angsur gitu tiap bulan" tambah ibunda siswa senasib.

Anak anak seusia mereka memang bicara selalu apa adanya bahkan cetus serius saja. Seperti tanpa beban anak anak juga menyebutkan hal lain saat dikonfirmasi. Parahnya meskipun sudah mengangsur pembayaran biaya tersebut namun sebagian siswa masih belum mendapat kursi utuh yang harus duduk sekursinberdua dan belum juga menerima seragam baru yang dijanjikan sekolah. "Masih pakai seragam lama bekas anak majikan saya pak, yang seragam baru tunggu lunas kata Bu guru", jelas bunda yang lain pula.

Saat dikonfirmasi kepala sekolah SDN 44 KOTA PEKANBARU, Hardati, S.Pd menjawab bahwa tidak ada iuran seperti itu yang ada uang seragam. Sementara disekolah yang pihak media temui beberapa orang guru hanya ketus justru menjawab bahwa ini bukan urusan pihak media. Namun pengakuan siswa dan bukti – bukti penagihan baik berupa kwitansi maupun tagihan guru via pesan WA yang beredar dikalangan grup mereka cukup jelas adanya PUNGUTAN LIAR.

Kepala Sekolah SMPN 4 Pekanbaru Melakukan Pungli

Dalam investigasi diperoleh temuan kuat dugaan Kepala Sekolah SMPN 4 Pekanbaru Dr. Rukiyah, M.Pd. lakukan sejumlah Pungutan Liar terhadap siswa berupa Pungutan Uang Buku Pelajaran dan Pungutan Uang Pembangunan Musholla. 

Pungutan Uang Buku Penunjang Pelajaran terjadi pada setiap semester baru dalam setahun hal ini tentu menjadi beban mendalam bagi sebagian besar orang tua murid. Melawan salah tak melawan susah anak mereka pun akan dapat masalah terjajah disekolah. Berikut dugaan sejumlah pungutan liar yang terjadi di SMPN 4 PEKANBARU;

Setiap 1 kelas terdiri dari 42 siswa

Setiap Level kelas terdiri dari 10 kelas

Jadi total siswa kelas 1 sampai kelas 3 adalah :

jumlah siswa 42 orang x 30 lokal = 1.260 SISWA

tagihan uang buku sekitar Rp 600.000 x 1.260 SISWA

= Rp 756.000.000 (tujuh ratus lima puluh enam juta rupiah) per semester

= Rp 1.512.000.000 (satu milyar lima ratus dua belas juta rupiah) per tahun

Dalam 6 jenis buku penunjang siswa dipungut biaya Rp 600.000 (bisa lebih)

(terbukti pada lembaran / pesan wa tagihan setiap siswa)

Pungutan Uang Pembangunan Musholla

Kepala Sekolah SMPN 4 Pekanbaru Dr. Rukiah, M.Pd dalam nomor surat keluar 800/SMPN.04/TU.3/2024/ tertanggal 13 Maret 2024 terbukti mengedarkan Surat Permohonan Bantuan Infaq dan Sedekah untuk Pembangunan Musholla Baitul Ilmi SMPN 4 Pekanbaru. Surat ini ditandatangani langsung cap basah oleh Dr. Rukiah, M.Pd bersama Ketua Komite SMPN 4 PEKANBARU, Ir. Novrizal, MM, dan Ketua Pembangunan Musholla; Drs. Efendi disebarkan kepada semua siswa dengan instruksi sedekah harus dibayarkan pada Bulan Puasa / bulan Ramadhan tahun 2024 ini.

Meskipun tidak dituliskan ketetapan berapa besaran jumlah sedekah oleh kepala sekolah kepada wali murid namun dalam surat tersebut jelas disebutkan adanya Instruksi Kepala Sekolah kepada wali murid untuk Menyisihkan sejumlah uang yang diperuntukkan untuk Pembangunan Musholla. Kepala Sekolah juga terbukti menjual sabda-sabda nabi demi mendapatkan simpati dari para donatur dan wali murid. Disebutkan bahwa Pembangunan Musolah SMPN 4 Pekanbaru sudah mencapai 40%  dengan dana berasal dari para donatur wali murid dan donatur luar sekolah.

Hukuman dan Denda Pelaku Pungli di Sekolah Negeri

Sekolah Negeri setingkat SD hingga SMA tidak dikenakan iuran apapun selama mereka belajar. Justru Sekolah Negeri akan banyak memberi kemudahan tambahan seperti santunan anak yatim, bantuan siswa berprestasi dan lain lainnya. Demikian disampaikan T. Fauzan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau. "Oknum kepala sekolah dan guru yang melakukan dan semua pihak sekolah yang terlibat pungutan liar di sekolahnya bisa di penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor)," pungkasnya.

Prestasi dan Kedisipilan kadisdik Kota Pekanbaru juga bukan rahasia lagi. Dugaan pungutan liar (pungli) pada. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Pekanbaru terbukti setelah salah seorang kepala sekolah dicopot dari jabatannya. Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) 189 dicopot Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru karena membiarkan pungli terjadi. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Dr. H. Abdul Jamal, M.Pd., kepala sekolah bernama Dalfah di Jalan Cipta Karya, Kecamatan Tampan itu disebut memungut Rp 2 juta terhadap orangtua siswa baru.

Himbauan Lembaga Adat Melayu Riau terhadap Sekolah Negeri

Sekolah Negeri adalah sekolah yang dioperasikan/ disediakan oleh pemerintah dengan segala fasilitas gratis, mulai dari kelas, semua fasilitas hingga tenaga pendidik digaji dan disediakan oleh pemerintah untuk memberikan fasilitas kepada rakyat Indonesia.  Sekolah ini tidak hanya sekedar berbentuk Negeri, tetapi bisa juga terdapat Madrasah dan sekolah seperti; MIN, MTsN, dan MAN yang dinaungi oleh Kementerian Agama.  Maka dari itu Lembaga Adat Melayu Riau - Kota Pekanbaru menghimbau agar para kepala sekolah negeri bisa sadar dan memperbaiki kesalahan sebelum nasi menjadi bubur. Apapun itu tentunya harus dipertanggungjawabkan terhadap hukum dan konsekuensinya.

Hal ini juga merupakan tujuan utama daripada Datuk Seri Muspidauan SH.MH. sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Kota Pekanbaru  dan Datuk Seri H Fathullah, SH, MH, Ketua Majlis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Kota Pekanbaru untuk masa khidmat 2023-2028 dalam memastikan anak menakan bisa mendapatkan pendidikan yang baik disekolah negeri tanpa ada intervensi apapun.

 

 

Editor : RRMedia
Komentar Via Facebook :