Pilkada Serentak, Pilkada Yang Menyentak.

Pilkada Serentak, Pilkada Yang Menyentak.

RanahRiau.com - Saya menulis ini, setelah melihat perkembangan dinamika Politik yang terjadi, khusus untuk Pilkada serentak yang dimulai tahun ini. Karena memang, Pilkada kali ini benar - benar suatu ajang pertempuran keras, bagi setiap Calon Kepala Daerah.

Dimulai dari sejak aksi tebar visi, misi, dan janji, yang tentunya akan terus didengar masyarakat mulai awal tahun hingga pemilihan di Desember 2015 nanti.

Bukan itu saja. Masih ada hal yang lebih krusial dirasakan untuk pesta demokrasi ini. Terkhusus bagi si Calon, membutuhkan energi, upaya, serta 'kekuatan' financial yang sangat besar.

Dasarnya seperti ini. Jika biasanya proses tahapan Pilkada sejak awal pencalonan hingga pemilihan, lebih kurang memakan waktu 6 bulan. Namun, kali ini Pilkada serentak yang tertuang dalam  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2014 dipastikan membutuhkan waktu setahun jika hanya diselenggarakan dalam satu putaran saja. Jelas ini memakan waktu 2 kali lipat dari yang biasa.

Tentu saja. Dengan proses yang begitu panjang dan cukup lama, tak khayal jika berpotensi menimbulkan masalah dalam perjalanannya. Persiapan matang, sudah pasti menjadi syarat utama bagi setiap Calon.

Desas-desus munculnya wacana untuk menyelenggarakan Pilkada serentak, sebenarnya sudah bergeming sejak 2014 silam. Pada awal tahun, seluruh bakal calon (Balon) bergegas merapatkan barisan dan komponen pendorong.

Dari proses ini saja, sangat mustahil bila Balon tidak mengeluarkan cost atau biaya. Sederhananya, sekedar anjang sana anjang sini menampilkan diri ke publik, sudah pasti memerlukan hitungan dari segi materi.

Kemudian masuk pada proses awal penjaringan di Partai Politik (Parpol). Para Balon mulai digembosi dengan kepentingan serta syarat yang dikeluarkan Parpol, untuk mendapatkan restu dukungan atas jumlah kurisnya di Legislatif.

Nominal angka untuk 'belanja kursi' sangat variatif, tergantung kebijakan masing-masing Parpol. Bukan hanya itu saja. Banyak juga dijumpai transaksional lelang kursi terjadi bagi tiap Balon. Umpamanya begini, Balon yang satu membayar kursi Parpol dari pengurus di tingkat Daerah I dan II. Akan tetapi, Balon yang lain memiliki akses ke pengurus Parpol di pusat, dengan nominal lebih tinggi serta visi misi membangun Partai di Daerah yang jitu.

Maka, keputusan dan mandat dari Pusat lebih kuat untuk dibawa ke Daerah. Pengurus Parpol di Daerah bisa apa? Bisanya menurut saja. Balon yang sudah memaharkan ke pengurus Parpol Daerah bisa apa? Bisanya pasrah saja.

Usai mendapatkan rekomendasi dukungan Parpol, lantas tidak membuat Balon lepas begitu saja dari kepentingan Parpol. Pada situasi ini, wajarnya si Balon akan disuguhkan kesediaannya untuk mendanai beberapa agenda Partai di Daerah. Bayangkan saja, si Balon disibukkan dengan kegiatan terkecil dari Parpol seperti rapat antar pengurus di ranting, cabang. Kontribusi yang harus dikeluarkan, yakni berupa moril dan materiil.

Kemudian, proses yang tak kala pentingnya lagi. Yakni tahapan kampanye. Disinilah titik 'urat nadi' para Calon ditentukan. Mengajak Masyarakat untuk bersimpati kepada masing-masing Calon bukan hal yang mudah bila dilakukan tanpa kendali urusan financial.

Sederhananya saja, minimal tiap mengunjungi pemukiman warga, sendiri atau berpasangan, setidaknya Calon itu memberikan 'sagu hati' berupa barang atau cendera mata sebagai tanda pemikat hati untuk memilihnya.

Itu dilakukan dihari ini. Besok akan ada Calon lain yang datang dengan teknik serta cara berbeda, namun tetap memberikan kenang-kenangan kepada Masyarakat. Dengan proses yang begitu panjang, sudah bisa dipastikan Masyarakat silih berganti menerima 'kedatangan' rezeki musiman seperti ini.

Sudah sama sepertihalnya lelang barang saja. Makin lama waktunya, maka harga suatu barang semakin tinggi pula. Ini yang membuat Calon harus memutar otak agar tidak kehabisan amunisi. Dengan senang hati, Perusahaan serta badan usaha swasta lainnya menawarkan diri untuk membantu Calon membiayai proses Pilkada.

Tidak dengan cuma-cuma bala bantuan diberikan bagi Calon. Sistemnya sangat sederhana. Perusahaan atau badan usaha swasta maupun pihak pribadi yang bersedia membiayai Pilkada seorang Calon, hanya meminta agar usaha dan kepentingannya dikondisikan ketiak Calon itu terpilih dan memenangkan Pilkada.

Jelas sudah kan. Apa yang akan terjadi bila seorang Kepala Daerah banyak mengeluarkan kebijakan yang terasa berpihak bagi perusahaan atau pengusaha swasta lainnya. Masyarakat juga yang akan menjadi korban, atas kebijakan yang tidak Pro Rakyat.

Editor : Abdul
Komentar Via Facebook :