Dugaan Pungli di Kemenag Kampar: Kepala Madrasah dipalak Rp2,9 Juta, Kasi Penmad diduga Jadi Beking!

Dugaan Pungli di Kemenag Kampar: Kepala Madrasah dipalak Rp2,9 Juta, Kasi Penmad diduga Jadi Beking!

Foto: Ist

KAMPAR, RANAHRIAU.COM- Dunia pendidikan madrasah di Kabupaten Kampar, Riau kembali tercoreng.

Dugaan praktik pungutan liar (pungli) menyeruak di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kampar, mencoreng wajah lembaga yang seharusnya menjadi benteng moral dan integritas pendidikan Islam.

Informasi yang dihimpun pewarta mengungkap, sekitar 75 kepala madrasah di Kampar diduga dipungut uang sebesar Rp2,9 juta per orang untuk mengikuti Diklat Penguatan Kompetensi Kepala Madrasah yang digelar pada Agustus 2025 di salah satu hotel di Pekanbaru.

Yang lebih menghebohkan, pungutan itu diduga dikoordinir oleh Kelompok Kerja Madrasah (KKM) dan dibekingi oleh oknum Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Kasi Penmad) Kemenag Kampar berinisial M.

Dalih Kegiatan Mandiri

Saat dikonfirmasi, Masnur, Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kampar, membantah adanya pungli.

Ia berdalih bahwa kegiatan tersebut murni diselenggarakan oleh Forum Induk KKM bekerja sama dengan Loka Diklat Keagamaan Pekanbaru, bukan kegiatan resmi Kemenag yang dibiayai negara.

“Kegiatan ini murni untuk penguatan kompetensi kepala madrasah sebagaimana diamanahkan Perdirjen Nomor 7232 Tahun 2022.

"Karena tidak ada anggaran dari APBN, maka pembiayaan dilakukan secara mandiri,” ujar Masnur saat dihubungi pewarta.

Namun, alasan itu justru memunculkan tanda tanya baru. Pasalnya, surat edaran kegiatan dengan Nomor B-003/FKKM.KPR/07/2025 yang ditujukan kepada para kepala madrasah, secara jelas mencantumkan besaran biaya Rp2.900.000 per peserta.

Surat tersebut juga membawa kop resmi dan tanda tangan pejabat di lingkungan Kemenag Kampar, yang seolah memberi legalitas terhadap pungutan itu.

Suara Lapangan: “Ada Koordinasi, Ada Tekanan”

Seorang tokoh masyarakat Kampar yang ikut memantau kegiatan itu — namun meminta namanya tidak dipublikasikan — mengaku bahwa kegiatan tersebut berbau pungli terkoordinasi.

“Suratnya memang keluar atas nama KKM di bawah Kemenag Kampar. Tapi untuk bisa jalan, katanya harus ada restu dari Kasi Penmad.

"Jadi ya, kepala madrasah tidak bisa menolak. Kalau tidak ikut, takut dianggap tidak patuh,” ungkapnya.

Menurut sumber tersebut, pelaksanaan diklat semestinya menjadi wewenang Kementerian Agama Pusat melalui Balai Diklat Keagamaan.

Selain itu, anggaran untuk kegiatan seperti ini seharusnya sudah tersedia di tingkat pusat.

“Kemenag itu tiap tahun ada pos anggaran untuk pelatihan dan sertifikasi guru. Kalau memang tidak ada, kenapa mesti dipungut lagi dari kepala madrasah? Kami akan laporkan ini ke Kemenag Pusat dan Komisi VIII DPR RI,” tegasnya.

Sertifikat ‘Cakep’ Jadi Dalih

Kasi Penmad berdalih, kegiatan itu digelar karena banyak kepala madrasah yang belum memiliki sertifikat Calon Kepala (Cakep) sebagaimana diatur dalam PMA Nomor 58.

"Bagi kepala madrasah yang belum punya sertifikat Cakep, mereka wajib ikut Diklat Penguatan Kompetensi. Jadi kegiatan ini justru bentuk kepatuhan terhadap regulasi,” ujar Masnur.

Namun penjelasan itu justru menuai kritik. Sejumlah pihak menilai, KKM bukan lembaga pelatihan resmi, dan tidak berwenang memungut biaya pelatihan, apalagi atas nama kementerian.

“Kalau bicara aturan, pelatihan calon kepala sekolah harus melalui lembaga resmi seperti Balai Diklat atau Kanwil Kemenag. Kalau KKM dan Kasi Penmad yang jalan, itu sudah keluar jalur,” tegas sumber pewarta.

Indikasi Penyalahgunaan Wewenang

Sejumlah pemerhati pendidikan di Kampar menilai, pola seperti ini bukan hal baru. Di balik istilah “kegiatan mandiri”, seringkali tersembunyi pungutan terselubung yang justru memberatkan para kepala madrasah dan membuka ruang penyimpangan anggaran.

Lebih parah lagi, dugaan keterlibatan pejabat struktural Kemenag memperkuat indikasi adanya penyalahgunaan wewenang yang sistematis.

“Kalau benar ada koordinasi dan pemungutan dengan restu pejabat, itu bukan lagi inisiatif mandiri — tapi korupsi berjubah pelatihan,” ujar salah satu aktivis pendidikan Islam Riau.

Seruan Transparansi dan Audit

Kasus ini membuka kembali luka lama tentang kerentanan birokrasi pendidikan di bawah Kemenag terhadap praktik pungli.

Bukan sekali dua kali, kegiatan berlabel “diklat”, “bimtek”, atau “penguatan kompetensi” dijadikan ladang bisnis terselubung.

Publik mendesak agar Inspektorat Jenderal Kemenag RI dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan mengaudit kegiatan ini, termasuk menelusuri aliran dana yang diduga mencapai ratusan juta rupiah hasil pungutan dari para kepala madrasah.

"Kalau memang kegiatan itu legal dan transparan, buka saja rekeningnya, buka laporannya.

"Tapi kalau ada tekanan dan koordinasi di bawah meja, berarti ini bukan pelatihan — ini pemalakan berjamaah,” tutup sumber tersebut tajam.


Hingga saat ini, Redaksi terus menelusuri dokumen, bukti transfer, dan surat resmi kegiatan Diklat Penguatan Kompetensi Kepala Madrasah yang diselenggarakan KKM Kampar.

Jika terbukti ada unsur pemaksaan dan penyalahgunaan kewenangan, maka kasus ini berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi dan pungutan liar sesuai UU Tipikor dan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN.

Editor : RRMedia
Komentar Via Facebook :