Juru Bicara DPP Lemtari paparkan Konflik Agraria Riau di Rapat Gelar Pendapat bersama Komisi II DPR

Juru Bicara DPP Lemtari paparkan Konflik Agraria Riau di Rapat Gelar Pendapat bersama Komisi II DPR

Lemtari Beberkan Konflik Agraria Perkebunan Kelapa Sawit di Riau saat RDP dengan DPR RI Lemtari Beberkan Konflik Agraria Perkebunan Kelapa Sawit saat RDP dengan DPR RI Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait konflik agraria di Provinsi Riau khususnya pada sektor perkebunan kelapa sawit pada Kamis (23/1/2025). - galeri foto Sumber : Istimewa

JAKARTA, RANAHRIAU.COM- Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait konflik agraria di Provinsi Riau khususnya pada sektor perkebunan kelapa sawit pada Kamis (23/1/2025).

DPP Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia (Lemtari) bersama mitra organisasi seperti Aliansi Masyarakat Adat Melayu (AMA) Riau, KNPI Riau, dan Laskar Melayu Riau turut hadir dalam RDP tersebut.

“Undangan RDP kami terima langsung dari DPR RI yang teken langsung Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco,” kata Juru Bicara DPP Lemtari, H. Nasaruddin, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Dilansir dari media Online TVOne News, Nasaruddin yang juga sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional (Jarnas) for Prabowo-Gibran memaparkan konflik agraria di Riau telah menjadi persoalan nasional yang melibatkan masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah.

Pihaknya menyoroti dari total 4 juta hektar lahan sawit di Riau, hanya 1,8 juta hektar yang memiliki izin resmi.

“Sebanyak 1,8 juta hektar lahan sawit berada di kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Tesso Nilo, yang sebagian besar digarap tanpa izin."

"Selain itu, 300 ribu hektar lainnya berada di Area Penggunaan Lain (APL) namun digarap perusahaan tanpa HGU."

"Kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat adat tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan,” katanya.

Nasaruddin turut mengapresiasi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 pada 21 Juni 2025 yang menjadi langkah strategis dalam penyelesaian konflik agraria.

Menurutnya Perpres ini mengatur tentang penyelesaian konflik agraria dan pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan.

Nasaruddin berharap menjadi landasan hukum yang kuat untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria terutama di daerah-daerah yang rawan seperti Riau. 

"Kami percaya bahwa perhatian khusus yang diberikan oleh Presiden, bersama dukungan DPR RI, akan menjadi solusi konkret untuk menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung lama."

"Ini bukan hanya tentang menyelesaikan sengketa lahan, tetapi juga memastikan keadilan bagi masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan,” ungkapnya.

Nasaruddin turut menyampaikan beberapa usulan terkait konflik agrarian dalam RDP tersebut diantaranya pembentukan Badan Sawit Naional, Badan Agraria Nasional.

Pihaknya juga mengusulkan penegakan rekomendasi Pansus DPRD Riau untuk mengembalikan lahan di luar HGU kepada negara dan mendistribusikannya kepada masyarakat melalui lembaga adat atau koperasi masyarakat setempat.

Memastikan kewajiban kemitraan 20 persen untuk masyarakat dari total luas izin yang dimiliki perusahaan,” kata Nasaruddin.

"Kami berharap Presiden dan DPR RI dapat segera membentuk badan khusus untuk menangani masalah sawit dan agraria.

"Ini bukan hanya soal lahan, tetapi juga keadilan bagi masyarakat adat dan keberlanjutan bangsa,” pungkasnya. 

 

Editor : RRMedia
Sumber : TvOnenews
Komentar Via Facebook :