Cerita Menteri Agama Soal Penurunan Biaya Haji 2025, Singgung Nama Prabowo
JAKARTA, RANAHRIAU.COM- Pemerintah akhirnya memutuskan menurunkan biaya haji di tahun 2025 ini.
Melalui Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR, Senin 6 Januari 2025 disepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 H/2025 M turun jika dibandingkan dengan biaya haji 2024.
Kesepakatan mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2025 telah dirumuskan dalam Rapat Kerja Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, dan dihadiri oleh Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar,
Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Muhammad Irfan,
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, Sekjen Kemenag M Ali Ramdhani, serta Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief beserta jajarannya.
Mengutip laman resmi Kemenag.go.id, Menag Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa BPIH untuk jemaah haji reguler pada 2025 dipatok rata-rata sebesar Rp89.410.258,79, dengan asumsi kurs 1 USD = Rp16.000 dan 1 SAR = Rp4.266,67.
"Rerata BPIH tahun 1446 H/2025 M sebesar Rp89.410.258,79. Biaya ini turun dibanding rerata BPIH 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00," jelas Menag Nasaruddin Umar, Senin, 6 Januari 2025.
BPIH itu sendiri terdiri dari dua komponen. Pertama adalah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh jemaah haji,
dan kedua adalah Nilai Manfaat yang bersumber dari hasil optimalisasi dana setoran awal jemaah.
Penurunan BPIH ini juga menyebabkan penurunan pada Bipih yang harus dibayar oleh jemaah dan Nilai Manfaat yang dialokasikan.
“Bipih yang dibayar jemaah, rata-rata sebesar Rp55.431.750,78 atau 62% dari total BPIH 2025. Sisanya yang sebesar 38% atau rata-rata sebesar Rp33.978.508,01 dialokasikan dari nilai manfaat,” ungkap Menag.
Menag Nasaruddin juga menekankan bahwa pengesahan hasil rapat kerja ini akan menjadi dasar bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan BPIH,
sesuai dengan Pasal 48 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pasal tersebut menyatakan bahwa besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.
Pada 2025, Indonesia mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000, yang terdiri dari 201.063 jemaah reguler, 1.572 petugas haji daerah, 685 pembimbing KBIHU, dan 17.680 jemaah haji khusus.
Menag Nasaruddin mengapresiasi kinerja Komisi VIII DPR yang meskipun dalam masa reses tetap bekerja untuk kepentingan jemaah haji.
“Kami dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Komisi VIII DPR,” ujarnya.
Menurutnya, kesepakatan BPIH ini sesuai dengan harapan pemerintah dan Presiden Prabowo Subianto yang berfokus untuk memberikan kesempatan kepada calon jemaah haji dengan biaya yang lebih murah.
Menag juga menjelaskan bahwa total Nilai Manfaat yang disepakati untuk digunakan pada penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M adalah sebesar Rp6.831.820.756.658,34, lebih kecil Rp1.368.219.881.908,86 dibandingkan dengan nilai manfaat pada operasional haji 2024.
“Harapan kita menjadi harapan masyarakat juga. Kami memohon kepada Allah, perjuangan ini bisa diterima baik oleh semua pihak,” harap Menag.
Menag yakin penurunan biaya haji ini akan disambut baik oleh masyarakat.
Namun, ia juga berharap masyarakat tidak hanya merasa senang di awal, tetapi tetap merasa puas saat pelaksanaan haji pada Juni mendatang.
“Kita ingin bukan hanya tersenyum di Januari tapi juga tersenyum di bulan Juni pada saat penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.
Obsesi Presiden Prabowo atas Turunnya Biaya Haji 2025
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin mengungkapkan bahwa keputusan untuk menurunkan biaya haji 2025 merupakan salah satu obsesi Presiden Prabowo.
"Ini obsesi Presiden Prabowo kepada kami Kemenag dan BPH, bagaimana bisa diperingan beban jemaah tanpa mengurangi kualitas pelaksanaan haji," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus menyisir biaya haji dan mengeliminasi biaya yang tidak perlu.
"Kami mencoba mengeliminir penyimpangan-penyimpangan yang bisa diprediksi akan muncul," tambah Nasaruddin.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa pendekatan pemerintah dalam hal ini adalah pengabdian dan pelayanan, bukan bisnis.
Komentar Via Facebook :