Hubungan Pendekatan Istinbath Hukum Melalui Maqashid Syariah
Allah SWT sebagai pembuat syariat tidak menciptakan suatu hukum dan aturan di muka bumi ini tanpa adanya tujuan dan maksud saja, melainkan hukum dan aturan itu diciptakan dengan tujuan dan maksud tertentu. Syariat diturunkan oleh Allah pada dasarnya bertujuan untuk menwujudkan kemaslahatan hamba dan menghindari kerusakan, baik dunia dan akhirat. Semua perintah dan larangan Allah telah tertera di dalam Al-Qur’an dan hadits dengan asumsi yang terkait hukum yang memberikan kesimpulan serta tujuan tertentu.
Menurut al-syatibi, tujuan dapat dicapai manusia dengan adanya dua macam, yaitu pemenuhan tuntutan syariah dan mempertahankan dari kehancurannya dengan menjauhi larangan-larangannya yang terkandung syariat tersebut. Pada dasarnya tujuan syariat itu terdapat pada maqashid syariah dengan menggunakan istinbath hukum agar kemaslahatan umat bisa ditujukan. Ketegasan dalam menyelesaikan maslahah ini dijadikan tolak ukur penetapan hukum dan para ulama yang disebut dengan al-maslahah al-mu’tabarut. Hasil ijtihad mujtahid dapat diterima selama tidak bertentangan dengan maslahat yang ditetapkan. Jika bertentangan, maka itu disebut dengan al-maslahah al-mulghah. Para mujtahid menggunakan metode metode ijtihad dalam penyelesaian maslahahnya (Arif Seto, 2018).
Upaya dalam mengentaskan kompleksitas masalah yang dihadapi umat Islam adalah dengan menjadikan ajaran Islam sebagai resolusi konteks untuk Masyarakat kini yang semakin berubah secara dinamis. Terbentuknya masalah ternyata dipuci oleh tiga hal, yaitu dharuriyyat, hajiyat dan tahnisiyyat. Ketiga hal ini tterjadi karena adanya beberapa prinsip bersifat global yang dijadikan metode para ahli fiqh dalam mencari fiqh dalam mencari istinbath hukum metode yang digunakan untuk menetapkan suatu hukum itu bisa dilihat pada dua metode saja, yaitu metode ta’lili (metode analisis substantif) dan metode istislahi (metode analisis kemaslahatan). metode ta’lili (metode analisis substantif) merupakan metode hukum yang menganalisis kesamaan ‘illat ataupun nilai-nilai substansial dari persoalan tersebut. Bentuk metode ini terdapat pada qiyas dan istihsan.
Sedangkan metode istislahi (metode analisis kemaslahatan) merupakan metode penetapan hukum yang permasalahnya tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan sunnah, melainkn menekankan aspek maslahat secara langsung. Bentuknya ada dua al-maslahah al-murslah dan sadd al-zariah maupun fath al-zariah. Selain itu, kerusakan bisa menjadi ancaman untuk umat manusia. Maka agar tidak terjadi kerusakan dibuatlah penciptaan kebolehan sesuai al-quran dan hadits. kebolehan meninggalkan sesuatu itu bisa memenuhi penolakan pada bahaya. Menurut, wahbah az-zuhaili, yang menjadi sumber pokok terciptanya ada pembolehan bisa dilihat pada 4 perkara, yaitu darurat, hajah, manfaat, dan fudu.
Kesulitan dalam pelaksanannya terdapat pada badan, jiwa ataupun harta seorang mukallaf yang diringankan agar tidak terjadi kesulitan lagi. Bagi al-syathibi, kesulitan itu sebenarnya dapat dihilangkan jika ada dua sebab. Pertama, karena khawatir akan terputusnya ibadah, benci terhadap ibadah, benci terhadap taklif dan khawatir akan adanya kerusakan bagi mukallaf baik jasad, akal, harta maupun kedudukannya, karena pada hakikatnya taklif untuk kemaslahatan manusia. Kedua, karena takut akan terkurangi kegiatan=kegiatan social yang berhubungan dengan sesama manusia, baik terhadap anak maupun keluarga dan masyarkat sekitar, karena adanya hubungan dengan hak-hak orang lain teermasuk ibadah pula. Perkara yang bermunculan biasanya tergantung pada niat seseorang.
Penerapan Hubungan Pendekatan Istinbath Hukum Melalui Maqashid Syariah
Pendekatan istrinbath hukum dan konsep Maqashid Syariah merupakan dua konsep yang secara inheren terkait erat dalam konteks hukum Islam. Istinbath hukum merujuk pada proses penarikan hukum dari sumber-sumber utama Islam seperti Al-Quran, hadis, ijma (konsensus ulama), dan qiyas (analogi). Sementara Maqashid Syariah mengacu pada tujuan-tujuan atau maksud-maksud dari hukum-hukum Islam yang mendasari berbagai hukum dan aturan dalam agama ini. Hubungan antara pendekatan istrinbath hukum dan Maqashid Syariah menjadi sangat penting dalam konteks perkembangan hukum Islam yang relevan dengan realitas sosial, ekonomi, dan politik yang terus berubah. Pendekatan istrinbath hukum memberikan landasan metodologis bagi para fuqaha (ahli hukum Islam) untuk menafsirkan sumber-sumber hukum dan menarik kesimpulan hukum yang sesuai dengan konteks zaman mereka. Namun, tanpa memperhatikan tujuan-tujuan hukum yang terkandung dalam Maqashid Syariah, risiko munculnya penafsiran yang sempit dan tidak memadai dapat terjadi.
Salah satu aspek utama dari Maqashid Syariah adalah menjaga kemaslahatan umat manusia (maslahah), yang merupakan tujuan fundamental dari hukum Islam. Pendekatan istrinbath hukum yang mempertimbangkan Maqashid Syariah akan lebih mampu menyesuaikan hukum dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik serta memastikan bahwa hukum-hukum tersebut memberikan manfaat dan perlindungan yang maksimal bagi individu dan masyarakat. Contoh konkret dari hubungan ini dapat ditemukan dalam berbagai isu kontemporer seperti ekonomi, keuangan, bioetika, dan hak asasi manusia. Dalam konteks ekonomi, misalnya, pendekatan istinbath hukum yang terinspirasi oleh Maqashid Syariah akan memperhatikan prinsip-prinsip distribusi keadilan, keseimbangan sosial, dan keberlanjutan lingkungan dalam menetapkan hukum-hukum terkait zakat, waris, dan perdagangan.
Selain itu, pendekatan ini juga memungkinkan untuk interpretasi hukum yang lebih progresif dan inklusif dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang muncul dalam masyarakat modern. Misalnya, dalam konteks hak asasi manusia, interpretasi yang memperhatikan Maqashid Syariah dapat memperkuat perlindungan terhadap hak-hak individu, seperti hak atas kebebasan beragama, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Namun, penting untuk diingat bahwa hubungan antara pendekatan istrinbath hukum dan Maqashid Syariah tidaklah statis. Perdebatan dan interpretasi yang berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa kedua pendekatan ini tetap relevan dan sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan demikian, pengembangan pemikiran dan metodologi dalam memahami dan menerapkan hubungan ini merupakan bagian integral dari evolusi hukum Islam menuju relevansi dan keadilan yang lebih besar dalam konteks global yang terus berubah.
Implikasi dan Relevansi dalam Konteks Kontemporer
Dalam konteks kontemporer, hubungan antara pendekatan istrinbath hukum dan Maqashid Syariah memiliki implikasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan memperhatikan maqashid, proses istrinbath hukum dapat menghasilkan hukum-hukum yang lebih relevan dan adaptif terhadap dinamika zaman. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang implikasi dan relevansinya:
Relevansi dalam Menjawab Tantangan Sosial dan Ekonomi
Di era globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, hukum Islam harus mampu menjawab tantangan-tantangan sosial dan ekonomi yang kompleks. Dengan memperhatikan maqashid, hukum Islam dapat memberikan solusi yang lebih tepat dan bermakna dalam menghadapi masalah-masalah seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan ketimpangan ekonomi. Misalnya, dengan menggunakan konsep maqashid, hukum-hukum terkait zakat dan distribusi kekayaan dapat direformasi untuk lebih efektif mengatasi kesenjangan ekonomi dan memberdayakan masyarakat yang kurang mampu.
Kontribusi terhadap Pemahaman Hak Asasi Manusia
Prinsip-prinsip maqashid memperkuat perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam konteks hukum Islam. Dengan memperhatikan nilai-nilai universal seperti keadilan, kebebasan, dan martabat manusia, hukum Islam yang ditarik melalui proses istrinbath dapat memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan pemikiran hak asasi manusia yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat tercermin dalam perlindungan terhadap hak-hak perempuan, minoritas, dan kelompok rentan lainnya dalam masyarakat Muslim.
Peran dalam Pengembangan Pemikiran Hukum Islam
Hubungan antara istrinbath hukum dan maqashid syariah juga memainkan peran penting dalam pengembangan pemikiran hukum Islam. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip maqashid, para ulama dan cendekiawan Islam dapat menghasilkan ijtihad yang lebih kreatif dan relevan dengan realitas kontemporer. Ini memungkinkan untuk penafsiran hukum yang lebih dinamis dan inklusif, yang mampu menjawab tantangan-tantangan baru yang muncul dalam masyarakat modern, seperti teknologi, bioetika, dan lingkungan. Dengan demikian, mengintegrasikan maqashid syariah dalam proses istrinbath hukum tidak hanya memperkuat relevansi hukum Islam dalam konteks kontemporer, tetapi juga memungkinkan untuk penyelarasan yang lebih baik antara prinsip-prinsip agama dan kebutuhan sosial, ekonomi, dan politik umat Muslim.
Hubungan antara pendekatan istrinbath hukum dan Maqashid Syariah merupakan sebuah konseptual yang vital dalam pengembangan hukum Islam. Melalui penekanan pada kemaslahatan umat manusia dan tujuan-tujuan agama, hubungan ini memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman. Dalam konteks kontemporer, integrasi maqashid dalam proses istrinbath memiliki implikasi yang signifikan dalam menjawab tantangan-tantangan sosial, ekonomi, dan hak asasi manusia.
Kesimpulannya, penggunaan maqashid syariah sebagai landasan interpretasi dalam proses istrinbath hukum tidak hanya memperkaya pemahaman terhadap hukum Islam, tetapi juga memungkinkan bagi hukum tersebut untuk tetap relevan dan berdaya guna dalam menghadapi dinamika zaman. Dengan demikian, kolaborasi antara kedua pendekatan ini menjadi kunci untuk menghasilkan hukum Islam yang inklusif, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai agama serta kebutuhan umat manusia secara universal.
Tags: Istinbath Hukum, Maqashid Syariah, Ekomoni Syari’ah.
Komentar Via Facebook :