Selamat Jalan Buya Syafii Maarif, Meskipun Ruwet, kita tetap Mencintai Indonesia

Selamat Jalan Buya Syafii Maarif, Meskipun Ruwet, kita tetap Mencintai Indonesia

RANAHRIAU.COM- Berita pagi ini cukup mengejutkan, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif wafat di DI Yogyakarta (DIY) pada Jumat (26/5) pagi. Kabar itu disampaikan secara formal langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Sosok yang karib disapa Buya Syafii itu, kata Haedar, meninggal di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, DIY. “Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping,” kata Haedar dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Haedar juga menyampaikan Informasi mengenai rencana pemakaman almarhum yang akan diinformasikan kembali setelah ada keputusan dari pihak keluarga. “Semoga beliau husnul khatimah, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya, dilapangkan di kuburnya, dan ditempatkan di jannatun na’im. Mohon dimaafkan kesalahan beliau dan do’a dari semuanya,” pungkas Haedar.

Meninggalnya Buya ini tentunya bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi Muhammadyah saja, namun juga bagi seluruh bangsa ini. Bagaimana tidak, beliau merupakan iconic figure yang merepresentasikan tentang toleransi dan kebhinnekaan di Indonesia.

Bagi saya secara pribadi, kepergian beliau merupakan sebuah kehilangan yang besar. Selain beliau adalah junior kakek saya, melihat sikap dan pemikiran beliau bisa dibilang memiliki patron yang sama dengan kakek saya. Jadi, saat berdiskusi dengan beliau, seolah saya melihat sosok kakek dihadapan saya.

Sungguh sebuah kehilangan yang besar. Bagaimana tidak, dalam situasi bangsa yang menurut beliau “ruwet”, kita harus tetap mencintai bangsa ini dengan sungguh-sungguh. Beliau adalah guru yang luar biasa bagi saya. Terutama dalam membangun sikap toleran, serta membangun empati agar kita bisa diterima dimana saja dengan baik.

Ada beberapa pelajaran besar yang dapat saya pahami, yaitu nilai kehidupan sederhana yang beliau ajarkan. Jauh dari sikap hedonisme, dimana dalam situasi kekinian, sebagian masyarakat berlomba mengejar kekayaan, pangkat, jabatan, maupun gaya hidup yang melampaui batas. Bahkan Buya pernah ditawari jabatan prestisius di pemerintahan, beliau menolak secara halus, dan tetap konsisten menjalankan visi misinya.

Kedua, sikap santun dan lembut yang seakan “menutup” keteguhan dan kekerasan beliau dalam menjalankan amanah yang diembannya, sehingga tidak membuat orang lain merasa gerah dan merasa tersaingi. Sikap rendah hatinya memberikan dampak positif terhadap lingkungannya, tanpa membedakan usia serta sosial ekonomi orang-orang yang dihadapinya.

Ketiga, sikap toleransi yang harus kita bangun dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita mudah diterima di dalam kelompok manapun juga. Beliau sering mengingatkan agar kita selalu menghargai kepercayaan dan agama orang lain, suku, bangsa, dan klaster lainnya. Disinilah saya diajarkan sikap bagaimana menempatkan diri kita setara dengan manusia lainnya, serta memandang sebuah benang merah lintas antar hal-hal tersebut diatas, dilihat dari sisi kemanusiaan.

Hal inilah sebenarnya salah satu esensi ajaran Islam yang beliau tanamkan, dimana dalam masyarakat kita dan dunia terjadi krisis pemahaman, serta terjadi pembelokan persepsi tentang Islam. Yang beliau ajarkan adalah ajaran Nabi Muhammad yang toleran, lembut dan sabar, serta bagaimana menyikapi perbedaan yang ada menjadi sebuah harmoni yang indah. Jauh berbeda dengan apa yang sering dipersepsikan di dunia dan di Indonesia sendiri.

Keempat, mungkin karena beliau ahli sejarah, dan lulusan Master yang bergengsi dari Ohio University. Beliau mengajarkan agar kita memandang sebuah permasalahan secara integral, dimana kita harus bijak memandang persoalan menurut rentang waktu sejarah dari masa lalu, masa kini dan masa depan sebagai referensi, kemudian melihat berbagai aspek baik positif maupun negatif, sehingga kita mampu menentukan sikap dalam memberi solusi yang optimal.

Secara keseluruhan, saya melihat sosok yang luar biasa dari beliau. Beliau bukan hanya guru, namun lebih dari itu, beliau merupakan bapak bangsa.

Buya Syafii sebelumnya sempat dirawat RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Sabtu (14/5) lalu karena mengalami sesak nafas.

Sebelumnya pihak rumah sakit pada tanggal 17 Mei kemarin menyebut kondisi Buya Syafii sudah stabil. Namun ia masih memerlukan banyak istirahat. Tuhan berkehendak lain. Pagi ini beliau dipanggil untuk pulang menuju keabadian. Selamat jalan guruku, semoga tenang di sana, dan segala amal ibadah yang telah dilakukan selama ini kelak menjadi ladang pahala. Aamiin ya Rabbal Alamiin.


Penulis  Rully Rahadian, Pemerhati Budaya dan Teknologi

Editor : Abdul
Sumber : sigranews
Komentar Via Facebook :