Dialog Keluarga Miskin Menghadapi Pacu Jalur di Kuansing

Dialog Keluarga Miskin Menghadapi Pacu Jalur di Kuansing

Ilustrasi keluarga miskin

RANAHRIAU.COM - Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih nak. Memang tak sama tingginya kayu di hutan, begitu juga dengan ekonomi kehidupan. Bapak orang tak berpunya, Ibu pun orang miskin. Allah jua yang tau apa yang ayah mu rasakan bersama ibu mu.

Dialog keluarga miskin saat menghadapi Pacu Jalur di kabupaten Kuantan Singingi. Dialog ini menceritakan bagaimana kondisi perekonomian masyarakat dari kalangan menengah kebawah ketika padatnya jadwal Pacu Jalur yang digelar oleh pemerintah daerah setempat.

Pada suatu malam, sebuah keluar kecil yang hidup dalam kemiskinan sengaja menunggu dua orang anaknya tertidur, karena takut anak-anaknya yang masih kecil-kecil mendengar dialog mereka (pasutri) berdua.

Begitu melihat jam dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dilihat kedua anaknya pun sudah tertidur pulas. Dialog pun mereka mulai.

" Suamiku, sudah tiga hari ini anak kita selalu bercerita tentang Pacu Jalur. Rasanya hati ibu teriris, tapi tetap tersenyum sambil mengangguk kan kepala kepada kedua anak kita".

" Suamiku, besok akan ada lagi acara Pacu Jalur. Anak-anak tetangga sepertinya akan pergi, termasuk teman-teman sekolahnya. Mereka akan memakai baju bagus, dan sepatu baru. Sebab, anak tetangga itu bercerita dihadapan ibu kemarin. Bagaimana dengan anak kita, ayah..? Tanya sang istri kepada suaminya.

Sambil menghela nafas panjang, sang suami pun terdiam sejenak. Lalu sang suami pun berkata :

" Sudah dua tiga gelanggang kita berusaha membawa anak kita pergi nonton Pacu. Tapi, untuk kali ini ayah betul-betul tidak punya uang. Untuk meminjam uang ke toke, rasanya gak mungkin lagi dikasih. Karena pinjaman kita pekan lalu tidak tertutup oleh getah yang kita jual Minggu ini" kata sang suami kepada istrinya.

Tanpa disadari, setelah mendengar kata-kata dari suaminya, air mata telah membasahi pipi sang istri.

Suami yang melihat sang istri meneteskan air mata, berkata : 

" Sabarlah istriku, ayah akan berusaha menjelang esok siang untuk mencarikan solusi agar anak kita tetap bisa menonton Pacu Jalur seperti anak tetangga termasuk teman-teman sekolahnya". Ucap suami yang berusaha meyakinkan istrinya.

Dengan perasaan sedih, mereka berdua mencoba untuk rebahan. Keduanya antara tidur dan tidak. Tak lama kemudian, terdengarlah adzan subuh berkumandang. Kemudian pasutri itu menunaikan ibadah shalat subuh berjamaah, dan berdoa hingga meneteskan air mata.

" Ya Allah ya tuhan kami, berikanlah kami jalan keluar. Jika ada manusia yang engkau tunjuk untuk memberikan jalan ini, tunjukkan kepada kami siapa orangnya".

Usai shalat subuh, sang ayah pun bergegas berangkat ke kebun untuk menyadap karet yang lumayan jauh dari tempat tinggal mereka. Sekitar pukul 6 pagi, sang ibu pun menghidangkan sarapan untuk anaknya sekolah seperti biasanya.

Untung saja masih ada nasi dingin sisa tadi malam, sehingga kedua anaknya sarapan apa adanya. (Ayah dan ibunya memang selalu menyuruh kedua anaknya sarapan menjelang anaknya berangkat ke sekolah untuk mengirit biaya).

Sang istri pun masih tampak larut dalam kesedihan, kedua matanya terlihat berkaca-kaca melepas anaknya berangkat ke sekolah tanpa uang jajan. Singkat cerita, sekitar pukul 10 siang, sang ayah pun pulang dari kebun karet, dan langsung menuju rumah toke dengan harapan mendapatkan pinjaman.

Sesampainya di rumah toke, ucapan salam pun tak disahut toke. Dengan wajah masam, toke keluar dari rumahnya. Sang ayah mencoba memberanikan diri untuk melakukan pinjaman. Lalu apa yang dikhawatirkan sang ayah akhirnya menjadi kenyataan.

Toke itu berkata :

" Hutang mu Minggu lalu belum lunas, bagaimana saya akan menambah pinjaman mu lagi," kata toke dengan nada kesal.

Sang ayah pun pulang dengan tangan kosong. Begitu sampai di rumah, ternyata kedua anaknya pun sudah pulang dari sekolah. Karena memang sudah menjadi hal yang biasa di Kuansing apabila saat Pacu Jalur anak sekolah dipercepat pulang.

Begitu sampai di rumah, Sang ibu lantas menarik lengan suaminya sembari bertanya :

" Jadi gak ayah meminjam uang ke toke..?

Lalu suaminya pun menjawab : 

" Tidak. Jangan kan uang, hanya kata-kata yang ayah dapat dari toke" kata suaminya yang langsung menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.

Istri pun merenung sejenak sambil memikirkan ide bagaimana bisa memperoleh uang untuk menuruti kemauan anaknya. Kemudian, sang istri pun meminta pendapat kepada suaminya.

" Ayah... Kita jual lah ayam kita yang masih kecil-kecil itu ya, sekaligus induknya. Kita jual kepada tetangga agar anak kita tetap bisa nonton Pacu Jalur hari ini" tanya sang istri. Tanpa berpikir panjang, Ide tersebut pun diterima oleh suaminya.

Setelah mendapatkan persetujuan dari sang suami, lalu sang istri dengan sigap menangkap ayamnya, kemudian dimasukkan ke keranjang sambil menenteng ke rumah tetangga. mana tau ada tetangga yang mau membeli kan guys..!?

Bak gayung bersambut. Karena kasihan, lalu tetangga membeli ayam tersebut dengan harga seratus ribu rupiah. Begitu Ayam terjual, ibu dua orang anak itu pun bergegas pulang, dan menyuruh anaknya mengganti pakaian untuk segera pergi nonton Pacu Jalur.

Mereka sengaja berangkat cepat ke lokasi, agar arena Pacu Jalur tidak penuh sesak oleh penonton,. Sebab, untuk masuk tribun pun tidak memungkinkan.

Kemudian, Ibu dan ayah beserta dua anaknya itu berangkat menggunakan sepeda motor butut. Dipertengahan jalan, mereka melakukan pengisian BBM, uang mereka pun tinggal 85 ribu rupiah.

Sesampainya di arena Pacu Jalur, sang ayah pun mencari rumah warga di sekitar lokasi untuk menitipkan sepeda motor mereka. Itu mereka lakukan agar tidak  dibebani biaya parkir, sekaligus mencari jalan ke lokasi yang tidak banyak jualan.

Namun apa yang dikhawatirkan tak terhindarkan. Di depan mereka ada seorang penjual bakso. Anak pun merasa lapar karena pulang sekolah tidak sempat makan. Sang anak pun meminta belikan bakso itu kepada ayahnya.

" Yah, belikan bakso ini yah.. tadi pulang sekolah, adik belum makan," ujar anak yang paling kecil.

Lantas bagaimana ayahnya menjawab agar uang yang tersisa itu bisa digunakan pada yang lain.?

Ayahnya menjawab :

" Nak, Ayah akan belikan bakso ini. Tapi, sepiring berdua ya. Soalnya bakso ini porsinya terlalu banyak untuk dihabiskan sendiri". Kata sang ayah mencoba mengirit.

Begitu anak selesai makan bakso, ternyata Pacu Jalur sudah dimulai. Mereka sudah terlambat, tempat menonton pun sudah penuh sesak, mau masuk tribun uang tidak memungkinkan.

Sambil berjalan di sepanjang arena dengan rasa sedikit putus asa, lalu sang ayah melihat tulisan di spanduk kecil tepatnya di pintu masuk salah satu tribun, dengan tulisan " Nonton Bareng dan Tribun Gratis Bersama Bapak H. Halim".

Di pintu masuk tribun, keluarga kecil itu berdoa, :

Ya Allah, engkau telah menjawab doa kami. Inilah kepanjangan tangan-Mu ya Allah, yang telah menggratiskan tribun ini. Limpahkan Rahmat dan rezeki-Mu kepadanya. Dan jadikanlah pemimpin di negeri ini.. dan gantilah pemimpin yang telah membuat kami yang miskin semakin susah karena seringnya Pacu Jalur".

Ternyata, tanpa disadari, sang anak pun mendengar doa ayah dan ibunya. Sang anak pun bertanya : 

" Siapakah orang yang menggratiskan tribun ini ayah," tanya sang anak.

Ayah pun menjawab :

" Itulah pak H. Halim perpanjangan tangan Allah yang telah membantu orang miskin seperti kita. Insya Allah beliau akan menjadi pemimpin di negeri ini, karena sangat mengerti dengan kehidupan masyarakat miskin," kata sang ayah.

Dengan serentak, anak bersama sang istrinya menjawab : "Aamiin...!!".

Editor : Eki Maidedi
Komentar Via Facebook :