Bahas Pengawasan Hutan dan Karhutla

Gubernur Curhat ke Komite II DPD RI

Gubernur Curhat ke Komite II DPD RI

PEKANBARU - Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan pertemuan serta rapat kerja bersama Gubernur Riau dan jajaran OPD, Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Wakapolda Riau, dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 41 dan 32 tentang Kehutanan, Senin (11/11/19) di Kantor Gubernur Riau.

Adapun Anggota Komite II tersebut yakni, Hasan Basri (DPD asal Kaltara) Afnan Hadikusumo (DPD asal Yogyakarta), Denty Eka Widi (DPD asal Jawa Tengah), Anna Latuconsina (DPD asal Maluku) dan Dharma Setiawan (DPD asal Kepri).

Sejumlah pembahasan yang disampaikan berkaitan dengan persoalan hutan, khususnya kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Riau.

Gubernur Riau Syamsuar menyambut baik kedatangan Komite II ini. Ada beberapa hal yang selama ini diusulkan kepada Pemerintah Pusat berkaitan dengan pencegahan Karhutla . Dirinya berharap melalui Komite II DPD RI dapat mempercepat san mendorong usulan-usulan tersebut.

Disamping itu, terkait peraturan dari Undang-undang ada hal yang sedikit membuat rancu. Yakni pembakaran yang sudah jelas dilarang, namun ada aturan khusus yang memperbolehkan.

"Pada UUD nomor 32 tahun 1999 dipasal 69 ayat 1 huruf H, yang kita tahu tidak boleh membakar hutan namun kenapa pada pasal ini dibolehkan dengan alasan kearifan lokal. Kalau begitu bisa saja masyarakat mengaku-ngaku untuk kepentingan tersebut dan tiap orang dalam keluarganya membakar lahan. Lama-lama bisa habis semua hutan dan lahan dibakar," kata Gubri.

Selain itu Gubri mengusulkan untuk kawasan hutan berkaitan dengan tapal batas, lalu mengenai hutan yang ada (hutan lindung) harus ada 'Buffer Zone'. Rakyat yang tinggal disekitar hutan harus menjadi penjaga hutan.

"Mereka diberi ruang untuk menjaga hutan. Dipersilahkan mengelola hutan namun dengan catatan tidak boleh menanam sawit. Maka kami butuh kebijakan pusat karena kami tidak bisa memerintahkan tanpa ada aturan dan regulasi yang jelas. Contoh yang terbakar di taman nasional tesso nilo, arealnya semakin keritis. Maka perlu dijaga oleh masyarakat juga. Meski ada balai besar penjaga, saya kira juga mereka tidak mampu," papar Gubri lagi.

Terkait hal tersebut, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera, Amral Fery, menjelaskan bahwa Undang-undang yang dimaksud (UUD nomor 32 tahun 1999 dipasal 69 ayat 1 huruf H) sebenarnya mengatur dan berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia.

Karena masyarakat adat yang dimaksud, bukan tanpa alasan jika ingin membakar hutan. Sebab ada ritual adat yang mengharuskan mereka membakar hutan, dan ini dipercayai sudah turun temurun.

"Paling tidak mereka harus membuat sekat bakar. Dan ditanam dgn tanaman endemis (non karet, sawit dan tanaman industri lainnya). Persyaratannya juga tidak sembarangan dan cenderung sulit. Karena harus ada Perda yang menyatakan bahwa mereka adalah masyarakat adat. Kemudian Mereka harus membuat parit, memperhatikan arah angin dan pertimbangan lainsesuai keadatan tersendiri ketika ingin membakar," kata Amral Fery.

Berbicara tentang hutan dan lahan di Riau, disambung Fery, memang dominan kawasan gambut. Karakteristik gambut yang dalam dan harus dikelola dengan baik. Apalagi kalau sudah terbakar dan tidak mudah untuk dipadamkan.

Dari informasi yang disampaikan, Dinas LHK di tahun 2020 mendatang mendapat alokasi dana 9 Milyar dan ingin membeli Eskapator, yang akan diserahkan kepada masyarakat untuk mengelola lahan mereka tanpa ada lagi pembakaran hutan. 

Pemprov Riau berharap Eskapator hasil sitaan para pembakar hutan hendaknya bisa digunakan untuk rencana itu. Namun tidak bisa dipakai karena menunggu proses inkrah di pengadilan terlebih dahulu. Itu juga bisa memakan waktu yang tidak sebentar.

"Maka kami ingin DPD bisa membantu pengajuan ini ke Pemerintah Pusat," sambung Gurbi Syamsuar.

Sementara itu dari pihak Kepolisian, terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan, menurut Wakapolda Riau, Brigjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan, sejumlah upaya telah dilakukan.

"Penanganan dengan bagaimana mempengaruhi pola masyarakat untuk tidak membakar. Kita juga sudah minta ke Mabes Polri untuk di 'standbyekan' Helikopter untuk percepatan penangan terhadap pelaku. Kita juga menyadari

Pasukan bukan hanya personil dari instansi pemerintah maupun Tni-Polri. Melainkan masyarakat juga harus terlibat memantau titik api dan diberikan honor. Agar mereka aktif memantau kawasan-kawasan hutan yang terbakar," jelas Wakapolda.

Usai berdiskusi, sebagaintuan rumah Edwin menyampaikan apa yang sudah dijelaskan oleh Pihak Pemprov Riau dan Kepolisian tersebut, akan dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). Dan nantinya dibuat skala urut prioritas atas usulan maupun kendala yang terjadi selama ini dalam penaganan kebakaran hutan dan lahan di Riau.

"Dapat kami tangkap bahwa perlu adanya revisi UUD 41 tahun 99 khusus terkait dengan pembakaran. Poin kedua perlu koordinasi dengan kementerian pertanian, bagaimana pola penanganan bukan hanya cara memadamkan namun pencegahan. Kalau memang ada pengajuan DAK (dana alokasi khusus, red) kami DPD RI siap mendorong untik mendapatkannya," kata Senator Asal Riau Edwin.

Ia menambahkan sejatinya kehadiran DPD RI juga menjadi penyambung aspirasi daerah, bagaimana program-program di daerah bisa terlaksana. Edwin juga menyampaikan saat rapat dengan Kementerian terkait yang membahas masalah Karhutla agar lebih memprioritaskan Riau. (Rls

Editor : Ahnof
Komentar Via Facebook :